Dampak Kemajuan Teknologi AI Terhadap Pasar Kerja: Pekerjaan yang Hilang dan Perubahan Lanskap Profesi
Perkembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah membawa perubahan signifikan dalam dunia kerja. Menurut World Economic Forum (WEF), sekitar 83 juta pekerjaan diperkirakan akan hilang karena peran mesin dan AI. Namun, seiring dengan hal tersebut, penting untuk diingat bahwa SDM unggul tetap tak tergantikan.
Anda mungkin masih ingat dengan iklan permen Vitamin C dari Kalbe Farma pada tahun 1994 yang sangat populer di masanya. Iklan tersebut menampilkan seorang petugas pintu tol, diperankan oleh artis Elma Theana, yang bertanya manis kepada pengendara yang lewat, “Xoncenya mana?” Saat itu, wajah cantik Elma dan ucapan tersebut menjadi obrolan ringan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengendara.
Namun, saat ini, pengalaman seperti itu tinggal kenangan. Para pengendara di jalan tol sekarang tidak akan bertemu petugas tol atau operator pintu tol seperti dulu. Profesi petugas pintu tol yang terpapar risiko polusi asap knalpot mobil dan pekerjaan serupa seperti petugas parkir di tempat publik (mal, hotel, dll.) telah menghilang.
Bukan hanya di bidang petugas tol, tetapi juga di berbagai sektor lainnya, peran manusia secara perlahan digantikan oleh mesin seiring kemajuan teknologi digital yang semakin canggih. Pekerjaan seperti tukang parkir, penerjemah, operator telekomunikasi, teler, dan kasir telah tergeser oleh kehadiran mesin.
Hasil survei World Economic Forum (WEF) mendukung fakta bahwa lapangan kerja semakin menyusut karena kemajuan teknologi. Pada tahun 2027, diperkirakan 69 juta posisi pekerjaan baru tercipta, tetapi dalam periode yang sama, ada 83 juta pekerjaan yang akan hilang. Artinya, terdapat selisih pengurangan pekerjaan sebanyak 14 juta posisi, yang setara dengan dua persen tingkat pengangguran saat ini.
WEF melaporkan bahwa penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) memiliki dampak positif dan negatif. Di sisi positif, perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja baru untuk mengimplementasikan dan menjalankan perangkat AI, termasuk di bidang analisis data, machine learning, dan keamanan siber yang diprediksi akan tumbuh sebesar 30 persen secara rata-rata pada 2027.
Namun, seiring dengan munculnya sejumlah profesi baru berbasis AI, pekerjaan administratif tradisional mengalami penurunan drastis. Lebih dari 26 juta pekerjaan administratif, termasuk entri data dan sekretaris eksekutif, terancam hilang.
Menariknya, survei WEF menunjukkan bahwa 34 persen pekerjaan yang berkaitan dengan bisnis sudah dijalankan oleh mesin. Meskipun angka ini meningkat, pertumbuhannya melambat dibandingkan dengan awal pengembangan teknologi serupa pada tahun 1980-an.
Kemudian, ekspektasi mengenai laju adopsi teknologi otomatisasi juga direvisi menurun. Awalnya, 47 persen pekerjaan diprediksi akan diotomatisasi pada tahun 2025, tetapi perkiraan terbaru menunjukkan angka tersebut baru akan mencapai 43 persen pada tahun 2027.
Dalam menghadapi perubahan ini, penting bagi para pekerja untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan yang relevan dengan perkembangan teknologi. SDM yang unggul, kreatif, dan adaptif akan tetap menjadi aset berharga dalam menghadapi tantangan era digital ini.